Wartanusa.id – Jakarta | Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia memberikan surat cinta kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT). Rabu (09/03/2022).
Surat cinta tersebut diiringi dengan salam radikal (ramah, terdidik dan berakal) merespon pernyataan BNPT yang telah merilis pesantren-pesantren yang dinilai “radikal”.
Ketua umum Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, H. Ervan Taufiq, SE melalui keterangan tertulisnya mempertanyakan standar apa yang digunakan BPNT untuk menyatakan bahwa seseorang itu radikal atau tidak.
Kemudian tak berselang lama, Polri juga mengeluarkan rencana akan melakukan pemetaan masjid untuk mencegah radikalisme. Entah apa yang dimaksud?
Kemudian, beberapa hari kemarin opini tentang penceramah radikal kembali menguat. Berawal dari pernyataan Presiden dalam rapim TNI-POLRI yang meminta agar para ibu-ibu istri TNI-Polri tidak mengundang penceramah “radikal.”
Selanjutnya BNPT membuat kriteria 5 ciri-ciri penceramah radikal. Sejak itu, tersebar luas nama-nama penceramah yang terkategori “radikal.” Entah siapa yang membuat dan untuk kepentingan apa.
Pertanyaannya adalah benarkah penceramah-penceramah yang masuk list tersebut benar-benar radikal ? Benarkah masyarakat melihat dan merasakan betul bahwa mereka itu radikal ? Ataukah itu semua hanyalah “stempel” untuk melabeli orang-orang yang selama ini kritis atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro oligarki? dengan cap radikal diharapkan agar umat tidak mau mendengar seruan dakwah mereka? Atau justru sebaliknya, masyarakat semakin ingin tahu tentang syariat Islam dan akhirnya malah lebih simpati kepada mereka.
Berbicara tentang radikal ternyata tuduhan atau stempel tersebut sudah lama dipakai oleh musuh-musuh Islam untuk menyudutkan Islam dan para pengemban dakwahnya.
Tidak tanggung-tanggung. Yang di tuduh bukan orang ecek-ecek. Justru Rasulullah Muhammad SAW sendiri yang mengalaminya. Di tuduh radikal dan pemecah belah keluarga, rakyat dan bangsa.
Luar biasa. Padahal kita semua tahu, semua tuduhan itu adalah tidak mungkin. Tapi itu kenyataannya. Para pembenci Islam melakukan segala upaya agar Islam dan penceramahnya dijauhi oleh masyarakat.
Tuduhan Rasulullah sebagai radikal, terekam dalam kisah perjalanan Ath-Thufail mencari kebenaran dan pada akhirnya bi idznillah Ath-Thufail memeluk Islam.
Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa cinta kami PB Pemuda Muslimin Indonesia kepada BNPT tolong hentikan narasi dan diksi menyesatkan tentang “radikal” yang selalu disematkan kepada para ulama, habaib dan kaum muslimin yang tegak lurus dalam melaksanakan ajaran Islam. Mengedepankan dialog, merangkul dan memuliakan ulama adalah pintu keberkahan untuk negera dan Bangsa Indonesia.
Bukankah Indonesia merdeka salah satunya berkat jasa para ulama, kiya dan santri. Siapa saja yang mencintai ulama, menghormati dan memuliakan ulama maka ia akan bahagia, tapi jika sebaliknya Allah akan hinakan dunia dan akhiratnya. Naudzubillah min dzalik.
Demikian surat cinta ini kami sampaikan, semoga kita semua mendapat limpahan Rahmat dan ampunan dari Allah SWT.
sumber: wartanusa.id